Pameran Studio Lukis I “STILL LIFE”
Pameran Studio Lukis I “STILL LIFE” merupakan pameran karya lukisan kali pertama yang digagas oleh Mahasiswa semester tiga sebagai capaian akhir dari kelas Studio Lukis I. Pameran ini menampilkan 12 buah karya lukisan dengan tema yang berbeda-beda. Melalui tahap pengumpulan objek-objek yang ada di sekitar, lalu membuat beberapa sketsa yang dilakukan secara berulang-ulang, dan kemudian dituangkan di atas kanvas sehingga menghasilkan sebuah lukisan Still Life sebagai hasil dari proses studi selama satu semester.
Definisi Still Life adalah menciptakan gambar dari objek mati menjadi tampak lebih hidup dan berbicara. Still dan life,still berarti “diam”, dan life berarti “hidup”. Menurut seorang fotografer, Silva Sandriarini, still life adalah seni membuat benda mati menjadi “hidup” dan memiliki sebuah cerita. Still Life adalah genre yang aneh. Ini datang dan pergi dalam popularitas dan tidak pernah menikmati status lukisan (kata kanah) namun ia bertahan dan selalu populer di kalangan kolektor- Anthony Savile
Menghadirkan objek atau alam benda sehari-hari adalah ciri dari gaya lukisan Still Life. Melukis alam benda berarti sama halnya dengan menghadirkan kembali sebuah ingatan tentang keadaan sosial, dimana beberapa objek alam benda mengandung representasi sosial, bahkan mengandung pesan moral. Suatu benda yang dihadirkan dalam sebuah lukisan, tidak akan pernah lepas dari makna sebuah benda itu sendiri yang menyiratkan kode-kode yang dapat menggambarkan jejak-jejak dalam konteks sosial. Walaupun hanya tampak seperti menampilkan sekumpulan benda mati, tetapi dalam parktiknya dapat menceritakan banyak hal sesuai dengan interpretasi senimannya.
Pada pameran ini konteks sosial menjadi lebih dominan. Objek buah-buahan mewujudkan sistem utama atau canon tertutup bagi seni lukis alam benda. Seperti pada karya Asti Noviati Firmansyah dan Billah Sachara, yang menampilkan objek buah-buahan menumpuk di dalam keranjang dengan sudut pandang yang berbeda, secara kompisisi lukisan tersebut hampir sama dengan karya Mochamad Alpiandi yang menghadirkan lukisan dengan bentuk ‘rhopography’. Melukis benda-benda industri dan mesin tampak pada karya lukisan Nida Azhari Nurul Ashri dengan gaya realisnya atau Juniarto Setiadi dengan kecenderungan baru yang menceritakan suka dan duka dalam perjalanannya dengan motor. Pada karya Erlina Nurtaufikah, seakan mewakili konteks sosial pada setiap generasi yaitu tentang perempuan dan pelecehan, atau pada karya Mustofa Havizumu’min yang mengangkat tentang manusia telah direndahkan oleh teknologi. Seperti kembali pada masa lalu, karya Kartika Yulianti, Rizki Faisal Malik dan Wanti Amelia menyuguhkan lukisan dengan benda-benda yang telah disimpan lama sehingga menyiratkan sebuah kenangan di masa lalu. Kecenderungan akan warna hitam seakan mengingatkan kita akan kematian atau memento-mori, tergambar jelas pada karya Regi Cahyana dan Muhamad Ilham Nurhadi.
Benda-benda itu secara tidak langsung telah berdialog dengan kita dalam kehidupan sehari-hari. Menghadirkan objek atau alam benda sehari-hari adalah pilihan yang cenderung dianggap netral dan tidak mengandung sebuah gagasan pribadi. Melalui sebuah lukisan yang dihadirkan dalam Pameran Studio Lukis I “STILL LIFE” ini diharapkan kita dapat teringat kembali bahwa alam benda dalam kehidupan sehari-hari adalah bagian dari kita.